Direktur Strategis Konservasi Sahul Papua turut Menyayangkan aktivitas Tambang Nikel Raja Ampat
PENTUL,MANSEL-Direktur Strategis Konservasi Sahul Papua, Meyti Mongdong turut berkomentar dan menyayangkan kehadiran aktivitas tambang Nikel di wilayah atau pulau-pulau kecil di Raja Ampat Provinsi Papua Barat Daya.
“Pendapat saya pribadi, bahwa pertama tambang yang ada di Raja Ampat itu tambang di pulau-pulau kecil. Kita sudah tahu pulau-pulau kecil itu sangat rentan terhadap kerusakan, rentan terhadap pencemaran disekitar laut,”ujarnya ketika diminta tanggapan oleh wartawan di Ransiki, Rabu (4/6/2025).
Hal tersebut juga akan mengancam ekosistem atau keanekaragaman sumberdaya alam Raja Ampat yang dikenal sebagai the hard of coral triangle atau jantung segitiga karang dunia, juga sebagai daerah tujuan wisata bahari Indonesia dan Dunia.
“Dimana 75 % coral yang ada di dunia ada disana. Kita bisa banyangkan kalau aktivitas pertambangan akan merusak keanekaragaman hayati yang ada satu-satunya di dunia ini, itu akan hilang,”kata Dia menyayangkan.
Dampak lainnya adalah masyarakat lokal yang selama ini bergantung hidup pada ekonomi pariwisata pasti ikut terganggu ketika eksplorasi tambang dilakukan secara konsisten.
“Jikalau itu sampe rusak kita bisa bayangkan masyarakat sendiri tergantung darinya dan multiplier effect (efek berganda) ekonomi besar yang berasal dari tempat ini akan juga hilang begitu saja. Betapa besar kerugian yang diakibatkan karena gegabahnya kita dengan eksploitasi sumberdaya alam yang ada di tempat itu dengan tidak arif,”ujarnya.
Sedangkan yang mendapatkan keuntungan dari aktivitas tambang itu hanya sejumlah orang terutama para pemodal atua pemilik tambang.
“Saya sendiri tidak bisa bilang bahwa ini di back up oleh siapa karena saat ini saya tidak megang data yang spesifik mengenai itu tetapi yang pasti pihak-pihak yang melakukan pengelolaan tambang itu akan mendapatkan keuntungan besar dari nya. Sementara daerah ataupun masyarakat setempat yang mendapat uang sesaat pada saat tambang ini diberlakukan akan mendapatkan manfaatnya, tetapi secara jangka panjang akan kehilangan, begitu. Dapat sekarang tapi lima sampai 10 tahun mungkin akan mendapatkan dampaknya,”kata Dia.
“Ada ahli tambang yang mengatakan ore atau deposit yang ada di pulau-pulau di Raja Ampat jauh lebih kecil dan mungkin hanya lima sampai tujuh tahun itu sudah habis dan kita bisa banyangkan setelah itu kita akan alami dan rasakan dampaknya,”timpalnya lagi.
Kepada pemberi izin, dirinya menerangkan, kami bukan pihak yang mempunyai hak yang dapat menyampaikan bahwa ini tidak boleh atau boleh akan tetapi kami dari pihak yang menyuarakan pengetahuan mengenai dampaknya tentunya kami hanya bisa memberi masukan dan himbauan.
“Tentunya pemerintah membutuhkan dana untuk pembangunan dan itu berasal dari pajak ataupun sharing yang diperoleh dari operasi perusahan-perushaan tersebut,”tukasnya.
Namun demikian, dirinya menghimbau dan mengajak pemerintah agar lebih bijak dan melihat sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang lebih berkelanjutan, sehingga alam Raja Ampat benar-benar memberikan manfaat baik kepada Papua maupun kepada Dunia untuk jangka yang panjang, juga kepada masyarakat yang ada di wilayah dimana tambang dan semua kegiata-kegiatan ekstak sumber daya alam berlangsung. (LIO)